RUU KUHAP, DPR Diminta Pertimbangkan Penambahan Kewenangan Penyidikan Kepada Kejaksaan

JAKARTA – Proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP yang digunakan sedang digodok DPR lalu pemerintah dinilai bukan transparan. Pembahasan terkesan tertutup, sehingga umum tak tahu persis draf mana yang dimaksud sedang dibahas.
Penilaian itu disampaikan praktisi hukum Tezar Yudhistira di acara Diskusi Publik yang digunakan diselenggarakan oleh Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) dengan tema Berebut Kuasa Penyidikan, Membaca Hidden Goal pada Balik RUU KUHAP di area Universitas Islam Ibukota Indonesia (UIJ), Rabu (19/3/2025).
“Kami memacu kawan-kawan di dalam DPR atau pemerintah untuk membuka akses. Mana sih draf rancangan undang-undang hukum acara pidana itu, artinya apa, biar kita masyarakat, teman-teman pelajar semua bisa jadi memberikan masukan. Itu penting menurut saya,” katanya.
Tezar mengumumkan dari dua draf RUU KUHAP yang mana beredar. Menurutnya, di area Pasal 6 ada klausul penambahan kewenangan penyidikan terhadap Kejaksaan serta KPK.
“Tapi di dalam draf yang digunakan satu itu bicara tentang penyidik dari pejabat suatu lembaga yang dimaksud disebutkan di dalam situ secara jelas itu adalah penyidik dari Kejaksaan kemudian penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi,” paparnya.
“Ini artinya di dalam RUU KUHAP yang baru ini ada nih tambah penyidik, dan juga draf yang mana baru saya terima tadi itu namanya bukanlah penyidik dari pejabat suatu lembaga tapi penyidik tertentu. Jadi ada beda narasi tapi yang mana pasti ada penambahan penyidik,” ujarnya.
Terkait kewenangan penyidikan, Tezar berpendapat seharusnya diatur pada UU intansi atau lembaga terkait, contohnya dalam UU KPK kemudian UU Kejaksaan. Diakuinya, di UU Kejaksaan, kejaksaan mempunyai kewenangan penyidikan pada perbuatan pidana tertentu, seperti terkait Hak Asasi Individu (HAM) lalu Tindak Pidana Korupsi.
“Tapi ketika kejaksaan itu diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap perkara-perkara umum, ini perlu dipikirkan. Kekuasaan ini harus dibatasi artinya, pembagian tugas dan juga fungsinya harus jelas, siapa yang dimaksud melakukan penyidikan siapa yang tersebut melakukan penuntutan,” katanya.
“Di Kitab Undang-Undang Hukum Acara yang digunakan ketika ini masih berlaku, itu jelas pembagian kekuasaanya, pada mana kawan-kawan polisi itu sebagai penyelidikan kemudian penyidik, terus kemudian kawan-kawan dari kejaksaan itu sebagai penuntut,” katanya.
Lebih lanjut Tezar menegaskan, perlu ada kesepakatan bahwa RUU KUHAP satu paket. Namun terkait isi kemudian subtansinya, DPR dan juga pemerintah harus mendengar aspirasi.
“Jangan sampai, ini disahkan kemudian akan meninggalkan kesulitan di tempat kemudian hari. Karena saya enggak bisa saja membayangkan ketika Kejaksaan juga diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan pada perkara pidana umum tidak yang tersebut sifatnya tertentu, tambah nih pekerjaan mereka. Pertanyaanya, apakah merekan sudah ada siap dari sarana serta prasarananya,” katanya.
“Polisi belaka yang digunakan sampai ada di dalam tingkat kecamatan, polsek bahkan sampai pada pospol tiap kelurahan belum maksimal. Harus kita akui apalagi Kejaksaan. Kita percaya mampu, tapi ini PR yang digunakan banyak, PR yang tersebut perlu dipenuhi,” kata Tezar.