Sejarah Hari Bidan Internasional

DKI Jakarta – Tanggal 5 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Bidan Internasional, yang menjadi momen untuk menghormati jasa profesi bidan pada melayani kesejahteraan khususnya terhadap ibu serta anak.
Hari ini bukanlah sekadar perayaan, melainkan pengakuan secara global terhadap dedikasi bidan pada menurunkan nomor kematian ibu lalu bayi dan juga meningkatkan kualitas layanan kesehatan maternal lalu neonatal pada berubah-ubah belahan dunia.
Awal mula serta penetapan Hari Bidan Internasional
Ide untuk menetapkan Hari Bidan Internasional pada 5 Mei muncul pada tahun 1987 di Kongres Konfederasi Bidan Internasional di Belanda. Kemudian tahun 1991, Hari Bidan Internasional pertama kali berlangsung dirayakan pada 7 Mei.
Setelah 20 tahun, diterbitkan pertama kali Laporan Keadaan Kebidanan Bumi (SoWMy). Di mana laporan yang disebutkan berisi tentang hambatan lalu tantangan para tenaga kerja bidan di kebugaran ibu, bayi, remaja, reproduksi, dan juga seksual.
Hingga beraneka negara merayakan Hari Bidan Internasional, salah satunya negara Selandia Baru serta Iran merayakannya tahun 2014 pada 5 Mei.
Sejarah serta peran bidan ke Indonesia
Sejarah kebidanan ke Indonesia bermula sejak masa kolonial Belanda. Pada tahun 1851, institusi belajar bidan pertama kali dibuka bagi wanita pribumi di Batavia (sekarang Jakarta) oleh dokter Belanda, Dr. W. Rosch.
Dengan jumlah total partisipan didik yang dimaksud terbatas, menciptakan sekolah bidan pada masa awal bukan dapat bertahan lama.
Akan tetapi, inisiatif ini permanen dikenang sebagai langkah awal yang tersebut menyebabkan dampak di sejarah perkembangan institusi belajar kebidanan ke Indonesia.
Upaya ini menjadi sejarah yang digunakan menggalakkan Rumah Sakit Militer pada Batavia untuk kembali menyelenggarakan institusi belajar bidan bagi perempuan pribumi pada tahun 1902.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1904, sekolah bidan untuk perempuan Indonesi dibuka dalam Makassar. Para lulusan wajib bersedia bekerja dalam bervariasi tempat sesuai keinginan tenaga medis pada waktu itu.
Mereka juga memberikan pelayanan secara gratis terhadap warga yang kurang mampu. Namun jasa mereka itu didukung oleh pemerintah, dengan diberikan tunjangan bulanan berkisar 15-25 gulden.
Pendidikan bidan ketika itu berubah jadi pemicu bagi rumah sakit lain untuk mengembangkan tenaga kerja kesehatan. Hal ini ditandai dengan dimulainya sekolah keperawatan di dalam RSUP Semarang lalu Batavia pada tahun 1911, yang tersebut awalnya cuma untuk pria berubah jadi dibuka juga bagi perempuan dengan masa institusi belajar selama empat tahun.
Pendidikan kebidanan di Negara Indonesia pada era yang dimaksud kerap mengalami perkembangan dan juga pembaharuan yang tersebut semakin maju.
Hingga pada 24 Juni 1951, konferensi bidan pertama kali diselenggarakan. Dalam konferensi, diakui secara resmi profesi bidan oleh Indonesia.
Konferensi ini berubah jadi sejarah dengan terbentuknya Ikatan Bidan Negara Indonesia (IBI) sebagai organisasi profesi, sekaligus menetapkan kepengurusan pusat di dalam Ibukota Indonesia dan juga rencana pembentukan cabang dan juga ranting di beragam daerah.
Bidan tiada cuma membantu serangkaian persalinan, tetapi juga berperan pada edukasi kesejahteraan reproduksi, pelayanan antenatal, juga pemantauan meningkat kembang anak.
Selain sebagai bentuk penghargaan, Hari Bidan Internasional juga dimanfaatkan untuk mengkampanyekan pentingnya peran bidan pada keberadaan manusia, khususnya di langkah-langkah persalinan juga kesegaran reproduksi.
Pada tahun 2025, tema Hari Bidan Internasional bertajuk Midwives: Critical in Every Crisis atau "Bidan: Penting pada Setiap Krisis".
Tema ini mengusung peran bidan sebagai garda terdepan pada memberikan layanan kesejahteraan reproduksi, ibu, juga bayi baru lahir, khususnya di dalam berada dalam bermacam situasi darurat juga krisis.
Namun, meskipun peran mereka itu sangat krusial, bidan masih menghadapi tantangan seperti kekurangan tenaga, perlengkapan, kemudian dukungan yang dimaksud memadai.
Konfederasi Bidan Internasional (ICM) juga Organisasi Kesejahteraan Global (WHO) mengkampanyekan pengakuan menghadapi keterlibatan bidan di setiap kesiapsiagaan juga tanggap darurat krisis mereka pada memberikan pelayanan yang tersebut optimal serta melindungi keselamatan perempuan dan juga anak-anak.
Artikel ini disadur dari Sejarah Hari Bidan Internasional